Wednesday, January 23, 2019

SEJARAH PENDIDIKAN UMUM : MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)

id.wikipedia.org



A.    PENDAHULUAN
Benih-benih pemikiran revolusioner mulai berkembang dari abad ke 17 di Eropa dan pada abad ke 18 ide-ide tersebut telah berhasil tersebar ke seluruh penjuru Eropa. Ide revolusioner yang dimaksud adalah ide-ide mengenai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pemikiran serta ide ini disebut sebagai pencerahan jaman di Eropa. Tuntutan kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat tanpa berlandaskan agama, pemisahan peranan antara agama dan gereja sehingga negara dapat menentukan kebijakan-kebijakannya sesuai dengan keinginan rakyatnya. Terjadinya perubahan pandangan mengenai gereja dan negara tersebut menyebar ke seluruh penjuru Eropa. Negeri Belanda juga mendapat pengaruh bidang politik dari pandangan pencerahan ini dan akhirnya abad ke 19 paham  mengenai kebebasan dari perbudakan serta kebebasan dalam pendidikan terbawa ke nusantara.
Pengambil alihan kekuasaan VOC serta masuknya paham pencerahan dari Eropa membawa pengaruh besar dalam bidang pendidikan di nusantara. Gubernur jendral Daendels yang memimpin wilayah jajahan Belanda di nusantara memperkenalkan gagasan dari pencerahan di wilayah kekuasaannya. Mulai tahun 1808, Daendels memberikan kesempatan kepada pemerintahan pribumi di pulau Jawa untuk memberikan pengajaran dan mendirikan sekolah di wilayah mereka masing-masing. Program pendidikan yang akan dijalankan Daendels teutama sekolah bagi kaum pribumi belum terlaksana pada akhir pemerintahannya dan sekolah-sekolah yang lain di maksudkan untuk memperkuat wilayah jajahan Belanda serta memenuhi kepentingan pemerintahan Hindia-Belanda.


B.     LATAR BELAKANG MASALAH
1.      Bagaimana sejarah perkembangan MULO?
2.      Bagaimanakah Kurikulum MULO?
3.      Bagaimana Guru, Inspeksi, Penerimaan dan Populasi Murid di MULO?

C.    PEMBAHASAN
1.      Sejarah Perkembangan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada masa sekarang ini, MULO setara dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Meer Uitgebreid Lager Onderwijs berarti "Pendidikan Dasar Lebih Luas". MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada tahun 1903 dua kursus MULO dibuka, di Bandung dan Yogyakarta, masing-masing berkaitan dengan ELS. MULO di Bandung dimulai dengan 14 murid, di Yogyakarta hanya dengan 6 orang.
Kursus MULO dimaksudkan sebagai sekolah rendah. Dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang telah memiliki ijazah HA (Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk meta pelajaran tertentu. Guru-guru ini ditugaskan mengajarkan beberapa mat apelajaran dan bukan hanya satu mata pelajaran seperti di sekolah menengah.
MULO semula merupakan lanjutan dari ELS dan memberikan pelajaran terminal. Pendirian MULO disammbut gembira oleh kaum Indo-Belanda dan mereka yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya ke HBS dan mempersiapkan mereka untuk bekerja di kantor.
Kursus MULO juga dipandang sebagai cara untuk mencegah banyaknya drop-out di HBS bbagi murd yang intelektual kurang mampu. Di duga bahwa sebagian besar murid di HBS sebenarnya tidak pada tempatnya. Dari 147 murid yang memasuki HBS pada tahun 1907 hanya 24 orang mencapai kelas V. namun ini tidak berarti bahwa MULO didirikan untuk murid-murid yang rendah bakat intelektualnya.
Segera tampak kelemahan MULO karena programnya terlampau luas sehingga timbul saran untuk memperpanjang menjadi 3 tahun. Pada tahun 1910 setelah MULO menjadi 3 tahun dinyatakan bahwa ijazah MULO disamakan dengan keterangan naik kelas dari IV ke V di HBS, hal tersebut menimbulkan kritik yang tajam dari HBS, karena MULO dalam segala hal kurang dari HBS. Keputusan itu segera dirubah dengan menyemakan ijazah MULO dengan keterangan naik kelas III ke IV HBS.
Pada tahun 1914 kursus MULO diubah menjadi MULO dan Sekolah Kelas Satu menjadi HIS. Dengan beberapa perubahan maka diadakan hubungan antara HIS dengan MULO. Bahasa Perancis yang sedianya diajarkan di Sekolah Kelas Satu dijadikan fakultatif (tidak diwajibkan) dan pelajaran bahasa  Belanda diintensifkan. Walaupun demikian karena msaih kurang lancar hubungan antara HIS dengan MULO maka disarankan menambah kelas VIII pada HIS atau kelas persiapan pada MULO.
MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan di Belanda, namun tetap merupakan pendidikan yang berorientasi Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Kalangan tertentu menginginkan agar MULO itu dikhususkan bagi anak-anak Belanda, akan teatpi yang diputuskan agar MULO adalah suatu pendidikan bagi semua bangsa.

2.      Kurikulum MULO
Pada dasarnya MULO merupakan sekolah dasar dengan program yang diperluas. Program terdiri atas 4 bahasa : Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Setengah dari waktu digunakan untuk pelajaran bahasa, sepertiga untuk metematika dan ilmu pengetahuan alam, dan seperenam untuk ilmu pengetahuan sosial.
Bagi lulusan HBS bahas aperancis tidak diwajibkan akan tetapi diajarkan  sore hari. Dengan mengenal bahasa-bahasa daerah, ada kemungkinan lulusan MULO mengenal 5-6 bahasa.
Tabel mata peajaran di MULO :
Mata Pelajaran
Kelas
I
II
III
Membaca
Bahasa Belanda
Menulis (Okasional)
Berhitung dan Matematika
Sejarah (Belanda dan Jajahan)
Sejarah (Dunia)
Geografi
Ilmu Alam
Bahasa Perancis
Bahasa Inggris
Bahasa Jerman
Menggambar
3
5

8
1
1
3
3
2
4
4
2
3
4

9
1
1
3
3
4
4
3
2
2
4

7
2
1
3
4
4
3
4
2

36
36
36

Walaupun MULO dipandang sebagai pendidikan terminal, tidak ada diberikan pelajaran vokasional (kejuruan) seperti tat abuku, mengetik, stenografi, dan sebagainya.
MULO tidak terikat pada prinsip konkordansi, akan tetapi program MULO tak banyak berbeda dengan program 3 tahun pertama HBS. Baru pada tahun 1919 dimasukkan bahasa msebagai elektif (pilihan).
Fungsi MULO yang penting ialah memberikan dasar yang lebih baik bagi pendidikan kejuruan dan bagi lanjutan pelajaran. Namun dari pihak tertentu timbul keberatan untuk memberiknan status sekolah lanjutan kepada MULO. Hubungan antara MULO dan HBS tak kunjung tercapai. Akan tetapi sebagai penggantinya didirikan AMS.

3.      Keadaan Guru, Inspeksi, Penerimaan dan Populasi Murid
a.      Keadaan Guru
Guru MULO pada prinsipnya adalah guru-guru yang sedianya disiapkan untuk sekolah rendah. Akan tetapi pelajaran MULO jauh melebihi apa yang diajarkan di sekolah rendah sehjingga memerlukan guru-guru yang berkompetensi tinggi. Mereka harus memeiliki HA ( Hoofdacte), akta kepala sekolah. Di samping ijazah khusus untuk mata pelajaran tertentu. Pemerintah menggalakkan kursus-kursus dan menyediakan macam-macam ujian untuk memperoleh diploma. Kursus itu ditempuh selama 2 tahun sebanyak 6 mata pelajaran seminggu.
Pada taraf permulaancukup 3 orang guru untuk menjalankan kursus MULO, masing-masing guru mengambil beberapa mata pelajaran. Setelah MULO berkembang menjadi substruktur AMS setiap mata pelajaran diberikan oleh seorang guru khusus. Guru MULO mendapat tambahan gaji sehingga kedudukannya terhormat. Kecuali guru bahasa MElayu atau daerah, seluruh staf terdiri atas orang Belanda, walaupun tak ada peraturan yang melarang orang Indonesia menjadi  guru MULO. Bagi guru Indonesia tak mungkin untuk mencapai gelar HA (Hoofdacte), kecuali bila ia belajar di Nederland dan karena itu kesempatan mengajar di MULO merupakan monopoli guru-guru Belelanda.
b.      Inspeksi
Karena mULO pada dasarnya sekolah rendah, maka pengawasnya diserahkan kepada inspeksi pendidikan rendah. Walaupun pihak tertentu menentang MULO sebagai pengajaran lanjutan bagi lulusan HIS dan mengemukakan bahwa anak-anak Indonesia tidak sanggup mengikuti pelajaran karena kesulitan dalam bahasa Belanda, pemerintah bersungguh-sungguh agar hubungan antara HIS dengan MULO berhasil baik. Untuk itu diangkat inspektur MULO.
c.       Penerimaan dan Populasi Murid
Kursus MULO yang sedianya dimaksud sebagai lanjutan ELS selama 10 tahun pertama dihadiri oleh anak-anak Belanda. Akan tetapi setelah reorganisasi tahun 1914 sekolah itu terbuka bagi lulusan ELS, HCS maupun HIS.
1)      Murid Menurut Kebangsaan
Jumlah Murid
Persentase
Tahun
Belanda
Indonesia
China
Belanda
Indonesia
Cina
1912
1914
1918
1920
363
553
640
1.299
19
192
277
1.132
14
55
72
203
91.7
69.1
63.7
119.2
4.8
24.0
28.0
42.9
3.5
6.9
7.3
7.8

2)      Murid menurut Jenis Kelamin
Karena adat istiadat belum diterimanya ide tentang wanita sebagai pegawai kantor, pertimbangan finansial yang mendahulukan anak pria, perkawinan gadis pada usia muda dapat dipandang sebagai alasan amaka jumlah murid wanita lebih kecil dari murid pria Indonesia. Pada orang Belanda tidak ditemui keberatan-keberatan serupa itu. Bahkan di MULO anak wanita Belanda senantiasa melebihi jumlah anak pria karena mereka lebih menyukai MULO yang lebih singkat dari pada HBS. Pada tahun 1920 jumlah anak wanita Belanda 57%, Indonesia 17.2% dan china 14.2 % dibanding dengan jumlah murid pria.
3)      Murid menurut status sosial Orang Tua
Pada dasarnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda dimaksud sebagai sekolah untuk golongna elite, namaun dalam praktik ternyata bahwa sekolah itu juga dimasuki anak-anak dari golongan rendah. MULO, yang memberi kesempatan melanjutkan pelajaran, membuka kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang baik yang sediakala ditempati oleh kaum ningrat. Jadi MULO merupakan alat penting dalam mobilitas sosial. Lambat laun pendidikan atau perkembangan intelektual dan bukan golongan sosial merupakan faktor utama yang menentukan kedudukan sosial. Elite aristokrasi tradisional mulai digeser oleh elite intelektual baru. Orang tua golongan rendah rela mengirim anaknya ke MULO yang relatif sangat mahal dengan pengorbanan yang luar biasa dengan harapan mendapatkan kedudukan yang lebih baik di masa depan.
Pada tahun 1920 dari 18 MULO sebanyak 12 di jawa, 3 di Sumatera, 2 di Sulawesi dan 1 di Ambon. Anak-anak memasuki MULO sering harus meninggalkan kampung halamannya untuk belajar di MULO.
4)      Kesempatan Belajar di MULO
Rata-rata 40% dari murid yang dimasuki MULO berhasil melalui sekolah ini. Prestasi murid Indonesia lebih tinggi sedikit dari pada yang lain mungkin karena seleksi yang lebih ketat.oleh sebab MULO satu-satunya sekolah untuk melanjutkan pelajaran maka persaingan masuk sangat ketat. Anak-anak Belanda lebih mudah memasuki MULO dan selain itu mereka dapat pula memasuki HBS.
5)      Lulusan MULO
Mereka yang berhasil menamatkan MULO sebanyak 50% melanjutkan pelajarannya, kebanyakan ke sekolah kejuruan, sebagian ke HBS dan bagian yang lebih besar ke AMS. Kira-kira sepertiga tidak lagi melanjutkan pelajarannya. Maka MULO mempunyai tiga fungsi yakni (1) sebagai substruktur AMS, (2) sekolah persiapan untuk berbagai sekolah kejuruan dan (3) sekolah terminal bagi mereka yang tidak melanjutkan pelajarannya.



DAFTAR PUSTAKA

Lihat  I djumhur dan h danasuparta. Log. Cit . hal 121 dan Sumarsono

Mestoko dan tim penulis. 1986. Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman. Jakarta : Balai Pustaka. hal 89-90

Tim penulis. 1993. Sejarah Pendidikan di Indonesia di Jaman Penjajahan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan dokumentasi Sejarah Nasional. Hal. 59

Lihat  tim penelitian buku 1.perguruan taman siswa dan I. Jumhur& H. Danasuparta.log.cit hal 124

Sumarsono Mestoko dan tim penulis. 1986. Pendidikan di Indonesia dari jaman ke jaman. Jakarta : Balai Pustaka. Hal. 102-103


1 komentar:

  1. Halo. Kalau melihat ilustrasi foto di atas, berarti pada masa MULO, murid-murid tidak/belum diwajibkan berseragam, ya? Soalnya pakaiannya terlihat beda-beda itu.

    ReplyDelete