id.wikipedia.org |
A.
PENDAHULUAN
Benih-benih pemikiran revolusioner mulai
berkembang dari abad ke 17 di Eropa dan pada abad ke 18 ide-ide tersebut telah
berhasil tersebar ke seluruh penjuru Eropa. Ide revolusioner yang dimaksud
adalah ide-ide mengenai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pemikiran serta ide
ini disebut sebagai pencerahan jaman di Eropa. Tuntutan kebebasan untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat tanpa berlandaskan agama,
pemisahan peranan antara agama dan gereja sehingga negara dapat menentukan
kebijakan-kebijakannya sesuai dengan keinginan rakyatnya. Terjadinya perubahan
pandangan mengenai gereja dan negara tersebut menyebar ke seluruh penjuru
Eropa. Negeri Belanda juga mendapat pengaruh bidang politik dari pandangan
pencerahan ini dan akhirnya abad ke 19 paham mengenai kebebasan dari
perbudakan serta kebebasan dalam pendidikan terbawa ke nusantara.
Pengambil alihan kekuasaan VOC serta masuknya
paham pencerahan dari Eropa membawa pengaruh besar dalam bidang pendidikan di
nusantara. Gubernur jendral Daendels yang memimpin wilayah jajahan Belanda di
nusantara memperkenalkan gagasan dari pencerahan di wilayah kekuasaannya. Mulai
tahun 1808, Daendels memberikan kesempatan kepada pemerintahan pribumi di pulau
Jawa untuk memberikan pengajaran dan mendirikan sekolah di wilayah mereka
masing-masing. Program pendidikan yang akan dijalankan Daendels teutama sekolah
bagi kaum pribumi belum terlaksana pada akhir pemerintahannya dan
sekolah-sekolah yang lain di maksudkan untuk memperkuat wilayah jajahan Belanda
serta memenuhi kepentingan pemerintahan Hindia-Belanda.
B.
LATAR BELAKANG
MASALAH
1.
Bagaimana
sejarah perkembangan MULO?
2.
Bagaimanakah
Kurikulum MULO?
3.
Bagaimana Guru,
Inspeksi, Penerimaan dan Populasi Murid di MULO?
C.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Perkembangan MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs)
MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah Sekolah
Menengah Pertama
pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.
ELS menggunakan Bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar. Pada masa sekarang ini, MULO setara dengan SMP
(Sekolah Menengah Pertama). Meer Uitgebreid Lager Onderwijs berarti
"Pendidikan Dasar Lebih Luas". MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada tahun 1903 dua kursus MULO dibuka,
di Bandung dan Yogyakarta, masing-masing berkaitan dengan ELS. MULO di Bandung
dimulai dengan 14 murid, di Yogyakarta hanya dengan 6 orang.
Kursus MULO
dimaksudkan sebagai sekolah rendah. Dengan program yang diperluas dan bukan
sebagai sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang telah memiliki
ijazah HA (Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk meta pelajaran
tertentu. Guru-guru ini ditugaskan mengajarkan beberapa mat apelajaran dan
bukan hanya satu mata pelajaran seperti di sekolah menengah.
MULO semula
merupakan lanjutan dari ELS dan memberikan pelajaran terminal. Pendirian MULO
disammbut gembira oleh kaum Indo-Belanda dan mereka yang tidak sanggup
menyekolahkan anaknya ke HBS dan mempersiapkan mereka untuk bekerja di kantor.
Kursus
MULO juga dipandang
sebagai cara untuk mencegah banyaknya drop-out di HBS bbagi murd yang
intelektual kurang mampu. Di duga bahwa sebagian besar murid di HBS sebenarnya
tidak pada tempatnya. Dari 147 murid yang memasuki HBS pada tahun 1907 hanya 24
orang mencapai kelas V. namun ini tidak berarti bahwa MULO didirikan untuk
murid-murid yang rendah bakat intelektualnya.
Segera tampak
kelemahan MULO karena programnya terlampau luas sehingga timbul saran untuk
memperpanjang menjadi 3 tahun. Pada tahun 1910 setelah MULO menjadi 3 tahun
dinyatakan bahwa ijazah MULO disamakan dengan keterangan naik kelas dari IV ke
V di HBS, hal tersebut menimbulkan kritik yang tajam dari HBS, karena MULO
dalam segala hal kurang dari HBS. Keputusan itu segera dirubah dengan
menyemakan ijazah MULO dengan keterangan naik kelas III ke IV HBS.
Pada tahun 1914
kursus MULO diubah menjadi MULO dan Sekolah Kelas Satu menjadi HIS. Dengan
beberapa perubahan maka diadakan hubungan antara HIS dengan MULO. Bahasa
Perancis yang sedianya diajarkan di Sekolah Kelas Satu dijadikan fakultatif
(tidak diwajibkan) dan pelajaran bahasa
Belanda diintensifkan. Walaupun demikian karena msaih kurang lancar
hubungan antara HIS dengan MULO maka disarankan menambah kelas VIII pada HIS
atau kelas persiapan pada MULO.
MULO merupakan
sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan di Belanda, namun tetap
merupakan pendidikan yang berorientasi Barat dan tidak mencari penyesuaian
dengan keadaan Indonesia. Kalangan tertentu menginginkan agar MULO itu
dikhususkan bagi anak-anak Belanda, akan teatpi yang diputuskan agar MULO
adalah suatu pendidikan bagi semua bangsa.
2.
Kurikulum MULO
Pada dasarnya MULO merupakan sekolah dasar dengan program yang
diperluas. Program terdiri atas 4 bahasa : Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman.
Setengah dari waktu digunakan untuk pelajaran bahasa, sepertiga untuk
metematika dan ilmu pengetahuan alam, dan seperenam untuk ilmu pengetahuan
sosial.
Bagi lulusan HBS bahas aperancis tidak diwajibkan akan tetapi
diajarkan sore hari. Dengan mengenal
bahasa-bahasa daerah, ada kemungkinan lulusan MULO mengenal 5-6 bahasa.
Tabel mata peajaran di MULO :
Mata
Pelajaran
|
Kelas
|
||
I
|
II
|
III
|
|
Membaca
Bahasa
Belanda
Menulis
(Okasional)
Berhitung
dan Matematika
Sejarah
(Belanda dan Jajahan)
Sejarah
(Dunia)
Geografi
Ilmu
Alam
Bahasa
Perancis
Bahasa
Inggris
Bahasa
Jerman
Menggambar
|
3
5
8
1
1
3
3
2
4
4
2
|
3
4
9
1
1
3
3
4
4
3
2
|
2
4
7
2
1
3
4
4
3
4
2
|
|
36
|
36
|
36
|
Walaupun MULO dipandang sebagai pendidikan terminal, tidak ada
diberikan pelajaran vokasional (kejuruan) seperti tat abuku, mengetik,
stenografi, dan sebagainya.
MULO tidak terikat pada prinsip konkordansi, akan tetapi program
MULO tak banyak berbeda dengan program 3 tahun pertama HBS. Baru pada tahun
1919 dimasukkan bahasa msebagai elektif (pilihan).
Fungsi MULO yang penting ialah memberikan dasar yang lebih baik
bagi pendidikan kejuruan dan bagi lanjutan pelajaran. Namun dari pihak tertentu
timbul keberatan untuk memberiknan status sekolah lanjutan kepada MULO.
Hubungan antara MULO dan HBS tak kunjung tercapai. Akan tetapi sebagai
penggantinya didirikan AMS.
3.
Keadaan Guru, Inspeksi, Penerimaan dan Populasi Murid
a.
Keadaan Guru
Guru MULO pada prinsipnya adalah guru-guru yang sedianya disiapkan
untuk sekolah rendah. Akan tetapi pelajaran MULO jauh melebihi apa yang
diajarkan di sekolah rendah sehjingga memerlukan guru-guru yang berkompetensi
tinggi. Mereka harus memeiliki HA ( Hoofdacte), akta kepala sekolah. Di samping
ijazah khusus untuk mata pelajaran tertentu. Pemerintah menggalakkan kursus-kursus
dan menyediakan macam-macam ujian untuk memperoleh diploma. Kursus itu ditempuh
selama 2 tahun sebanyak 6 mata pelajaran seminggu.
Pada taraf permulaancukup 3 orang guru untuk menjalankan kursus
MULO, masing-masing guru mengambil beberapa mata pelajaran. Setelah MULO
berkembang menjadi substruktur AMS setiap mata pelajaran diberikan oleh seorang
guru khusus. Guru MULO mendapat tambahan gaji sehingga kedudukannya terhormat.
Kecuali guru bahasa MElayu atau daerah, seluruh staf terdiri atas orang
Belanda, walaupun tak ada peraturan yang melarang orang Indonesia menjadi guru MULO. Bagi guru Indonesia tak mungkin
untuk mencapai gelar HA (Hoofdacte), kecuali bila ia belajar di Nederland dan
karena itu kesempatan mengajar di MULO merupakan monopoli guru-guru Belelanda.
b.
Inspeksi
Karena mULO pada dasarnya sekolah rendah, maka pengawasnya
diserahkan kepada inspeksi pendidikan rendah. Walaupun pihak tertentu menentang
MULO sebagai pengajaran lanjutan bagi lulusan HIS dan mengemukakan bahwa
anak-anak Indonesia tidak sanggup mengikuti pelajaran karena kesulitan dalam
bahasa Belanda, pemerintah bersungguh-sungguh agar hubungan antara HIS dengan
MULO berhasil baik. Untuk itu diangkat inspektur MULO.
c.
Penerimaan dan Populasi Murid
Kursus
MULO yang sedianya dimaksud sebagai lanjutan ELS selama 10 tahun pertama
dihadiri oleh anak-anak Belanda. Akan tetapi setelah reorganisasi tahun 1914
sekolah itu terbuka bagi lulusan ELS, HCS maupun HIS.
1)
Murid Menurut Kebangsaan
Jumlah Murid
|
Persentase
|
|||||
Tahun
|
Belanda
|
Indonesia
|
China
|
Belanda
|
Indonesia
|
Cina
|
1912
1914
1918
1920
|
363
553
640
1.299
|
19
192
277
1.132
|
14
55
72
203
|
91.7
69.1
63.7
119.2
|
4.8
24.0
28.0
42.9
|
3.5
6.9
7.3
7.8
|
2)
Murid menurut Jenis Kelamin
Karena
adat istiadat belum diterimanya ide tentang wanita sebagai pegawai kantor, pertimbangan
finansial yang mendahulukan anak pria, perkawinan gadis pada usia muda dapat
dipandang sebagai alasan amaka jumlah murid wanita lebih kecil dari murid pria
Indonesia. Pada orang Belanda tidak ditemui keberatan-keberatan serupa itu.
Bahkan di MULO anak wanita Belanda senantiasa melebihi jumlah anak pria karena
mereka lebih menyukai MULO yang lebih singkat dari pada HBS. Pada tahun 1920
jumlah anak wanita Belanda 57%, Indonesia 17.2% dan china 14.2 % dibanding
dengan jumlah murid pria.
3)
Murid menurut status sosial Orang Tua
Pada
dasarnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda dimaksud sebagai sekolah untuk
golongna elite, namaun dalam praktik ternyata bahwa sekolah itu juga dimasuki
anak-anak dari golongan rendah. MULO, yang memberi kesempatan melanjutkan
pelajaran, membuka kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang baik yang
sediakala ditempati oleh kaum ningrat. Jadi MULO merupakan alat penting dalam
mobilitas sosial. Lambat laun pendidikan atau perkembangan intelektual dan
bukan golongan sosial merupakan faktor utama yang menentukan kedudukan sosial.
Elite aristokrasi tradisional mulai digeser oleh elite intelektual baru. Orang
tua golongan rendah rela mengirim anaknya ke MULO yang relatif sangat mahal
dengan pengorbanan yang luar biasa dengan harapan mendapatkan kedudukan yang
lebih baik di masa depan.
Pada
tahun 1920 dari 18 MULO sebanyak 12 di jawa, 3 di Sumatera, 2 di Sulawesi dan 1
di Ambon. Anak-anak memasuki MULO sering harus meninggalkan kampung halamannya
untuk belajar di MULO.
4)
Kesempatan Belajar di MULO
Rata-rata
40% dari murid yang dimasuki MULO berhasil melalui sekolah ini. Prestasi murid
Indonesia lebih tinggi sedikit dari pada yang lain mungkin karena seleksi yang
lebih ketat.oleh sebab MULO satu-satunya sekolah untuk melanjutkan pelajaran
maka persaingan masuk sangat ketat. Anak-anak Belanda lebih mudah memasuki MULO
dan selain itu mereka dapat pula memasuki HBS.
5)
Lulusan MULO
Mereka
yang berhasil menamatkan MULO sebanyak 50% melanjutkan pelajarannya, kebanyakan
ke sekolah kejuruan, sebagian ke HBS dan bagian yang lebih besar ke AMS.
Kira-kira sepertiga tidak lagi melanjutkan pelajarannya. Maka MULO mempunyai
tiga fungsi yakni (1) sebagai substruktur AMS, (2) sekolah persiapan untuk
berbagai sekolah kejuruan dan (3) sekolah terminal bagi mereka yang tidak
melanjutkan pelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Lihat I djumhur dan h danasuparta. Log.
Cit . hal 121 dan Sumarsono
Mestoko dan tim penulis. 1986. Pendidikan
di Indonesia dari jaman ke jaman. Jakarta : Balai Pustaka. hal 89-90
Tim penulis. 1993. Sejarah Pendidikan di
Indonesia di Jaman Penjajahan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan
dokumentasi Sejarah Nasional. Hal. 59
Lihat tim penelitian buku 1.perguruan
taman siswa dan I. Jumhur& H. Danasuparta.log.cit hal 124
Sumarsono Mestoko dan tim penulis. 1986. Pendidikan
di Indonesia dari jaman ke jaman. Jakarta : Balai Pustaka. Hal. 102-103
http://kiwatama.wordpress.com/tag/mulo-meer-uitgebreid-lager-onderwijs/ diakses tanggal 20 Desember 2011.
Halo. Kalau melihat ilustrasi foto di atas, berarti pada masa MULO, murid-murid tidak/belum diwajibkan berseragam, ya? Soalnya pakaiannya terlihat beda-beda itu.
ReplyDelete